Senin, 01 Oktober 2012

KONSEP PROFESI KEGURUAN


KONSEP PROFESI KEGURUAN

Disusun untuk Memenuhi Tugas Terstruktur
Mata Kuliah Etika Profesi Keguruan
Dosen Pengampu Drs. Endang Abdurrahman,M.Pd

 







Disusun Oleh:

Siti Yuni Sufinah
Riska Dian Pratiwi
Fadilatullailiyah




Biologi  B / Semester VI / Kelompok IV




FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI
CIREBON
2 0 12
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.
Makalah ini disusun agar Mahasiswa dapat memahami tentang Profesi keguruan. Makalah ini disusun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah SWT akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini memuat tentang pengertian profesi keguruan, kode etik profesi keguruan, dan organisasi profesional keguruan. Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen pengampu yang telah memberikan  pengarahan untuk pembuatan makalah ini sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya.

                                                               Cirebon, Febuari 2012


                                                                                                                        Penyusun









BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa Pendidikan adalah suatu bentuk investasi jangka panjang yang penting bagi seorang manusia. Pendidikan yang berhasil akan menciptakan manusia yang pantas dan berkelayakan di masyarakat seta tidak menyusahkan orang lain. Masyarakat dari yang paling terbelakang sampai yang paling maju mengakui bahwa pendidik / guru merupakan satu diantara sekian banyak unsure pembentuk utama calon anggota masyarakat. Namun, wujud pengakuan itu berbeda-beda antara satu masyarakat dan masyarakat yang lain. Sebagian mengakui pentingnya peranan guru itu dengan cara yang lebih konkrit, sementara yang lain masih menyangsikan besarnya tanggung jawab seorang guru, termasuk masyarakat yang sering menggaji guru lebih rendah daripada yang sepantasnya.
Demikian pula, sebagian orang tua kadang-kadang merasa cemas ketika menyaksikan anak-anak mereka berangkat ke sekolah, karena masih ragu akan kemampuan guru mereka. Di pihak lain setelah beberapa bulan pertama mengajar, guru-guru pada umumnya sudah menyadari betapa besar pengaruh terpendam yang mereka miliki terhadap pembinaan kepribadian peserta didik. Kesadaran umum akan besarnya tanggung jawab seorang guru serta berbagai pandangan masyarakat terhadap peranannya telah mendorong para tokoh dan ahli pendidikan untuk merumuskan ruang lingkup tugas, tanggung jawab dan kualifikasi yang seharusnya dipenuhi oleh guru, sebagai pengajar guru mempunya tugas menyelenggarakan proses belajar-mengajar tugas yang mengisi porsi terbesar dari profesi keguruan ini pada garis besarnya meliputi minimal empat pokok, yaitu :
1.    Menguasai bahan pengajaran
2.    Merencanakan program belajar-mengajar
3.    Melaksanakan, memimpin dan mengelola proses belajar-mengajar.
4.    Menilai dan mengevaluasi kegiatan belajar-mengajar.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pengertian profesi keguruan dan syarat-syarat profesi keguruan menurut para ahli?
2.      Apa saja kode etik profesi keguruan?
3.      Apa saja organisasi profesional keguruan?
C.    Tujuan
1.      Untuk Mengetahui dan memahami pengertian profesi keguruan dan syarat-syarat profesi keguruan menurut para ahli.
2.      Mengetahui kode etik profesi keguruan.
3.      Mengetahui organisasi profesional keguruan.






















BAB II
A.      PENGERTIAN PROFESI KEGURUAN
1.      Pengertian Dan Syarat-Syarat Profesi Guru
Profesi merupakan pekerjaan, dapat juga berwujud sebagai jabatan dalam suatu hierarki birokrasi, yang menuntut keahlian tertentu serta memiliki etika khusus untuk jabatan itu serta pelayanan baku terhadap masyarakat profesi, lembaga pendidikan hanya akan diisi orang-orang yang bernafsu memuaskan kepentingan diri dan kelompok. Tanpa etika profesi, nilai kebebasan dan individu tidak dihargai.
A.  Pengertian Profesi Guru
Dalam RUU Guru (pasal 1 ayat 4) dinyatakan bahwa: “professional adalah kemampuan melakukan pekerjaan sesuai dangan keahlian dan pengabdian diri kepada pihak lain”.
Rasullah SAW pernah bersabda (dalam Assayuti, hal;36) bahwa “sesuatu pekerjaan yang diserahkan kepada seseorang bukan profesinya maka tunggulah suatu kehancuran” (Rawahu Bukhori). Kata profesi identik juga dengan kata keahlian, demikian juga Jarvis (1983) mengartikan seseorang yang melakukan tugas profesi juga sebagi seseorang yang ahli (ekspert). Pada sisi lain profesi dapat di artikan seseorang yang menekuni pekerjaan berdasarkan keahlian, kemampuan, teknik, dan prosedur berlandaskan intelektualitas.
Berbagai pengertian profesi diatas menimbulkan makna, bahwa profesi yang di sandang oleh tenaga kependidikan atau guru, adalah suatu pekerjaan yang membutuhkan pengetahuan, keterampilan, kemampuan, keahlian, dan ketelatenan, untuk menciptakan anak memiliki perilaku sesuai  yang diharapkan.
Pengertian profesi guru diatas dilihat dari usaha keras dan keahlian yang dimilikinya mereka wajar mendapatkan kompensasi yang adil yang berupa gaji dan tunjangan yang besar dan fasilitas yang memadai dibanding pegawai struktural, manakala dilihat dari berat ringan pekerjaan. Tugas guru sebagai pembimbing, pelatih, pengajar, yang merupakan pekerjaan berat, mereka memeraskan otak, mental dan fisik untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Demikian juga mereka diberi kesempatan sebanyak mengembangkan diri dan jabatan, seperti mengikuti kursus, pelatihan, penetaran, melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi dan biayanya dibantu oleh negara. Kemudian diberi kesempatan menduduki jabatan apapun di negara ini sesuai dengan keahlian yang dimilikinya. Dalam arti kata profesi guru sama kedudukannya dengan profesi lainnya.
a.    Pengertian Profesi Keguruan Menurut Para Ahli
Kartadinatap profesi guru adalah orang yang Memiliki latar belakang pendidikan keguruan yang memadai, keahlian guru dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan diperoleh setelah menempuh pendidikan keguruan tertentu, dan kemampuan tersebut tidak dimiliki oleh warga masyarakat pada umumnya yang tidak pernah mengikuti pendidikan keguruan.
Makagiansar, M. 1996 profesi guru adalah orang yang Memiliki latar belakang pendidikan keguruan yang memadai, keahlian guru dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan diperoleh setelah menempuh pendidikan keguruan tertentu. Nasanius, Y. 1998 mengatakan profesi guru yaitu kemampuan yang tidak dimiliki oleh warga masyarakat pada umumnya yang tidak pernah mengikuti pendidikan keguruan.
Galbreath, J. 1999 frofesi gurtu adalah orang yang Bekerja atas panggilan hati nurani. Dalam melaksanakan tugas pengabdian pada masyarakat hendaknya didasari atas dorongan atau panggilan hati nurani. Sehingga guru akan merasa senang dalam melaksanakan tugas berat mencerdakan anak didik. Gagasan pendidikan profesi guru semula dimaksudkan sebagai langkah strategis untuk mengatasi problem mutu keguruan kita karena perbaikan itu tidak akan terjadi dengan menaikkan remunerasi saja. Oleh sebab itu, pendidikan profesi diperlukan sebagai upaya mengubah motivasi dan kinerja guru secara terencana, terarah, dan berkesinambungan. Tetapi sangat disayangkan implementasi gagasan pendidikan profesi lebih ditekankan pada uji sertifikasi (terutama untuk guru dalam jabatan).
Ornstein dan Levine (1984) menyatakan bahwa profesi itu adalah jabatan yang sesuai dengan pengertian profesi dibawah ini :
a)        Melayani masyarakat, merupakan karier yang akan dilaksanakan sepanjang hayat (tidak berganti-ganti jabatan).
b)        Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu diluar jangkauan khalayak ramai (tidak semua orang melakukannya)
c)        Menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari teori ke praktek (teori baru dikembangkan dari hasil penelitian).
d)       Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang.
e)        Terkendali berdasarkan lisensi baku dan atau mempunyai persyaratan masuk (untuk memduduki jabatan tersebut memerlukan izin tertentu atau ada persyaratan khusus yang di tentukan untuk dapat mendudukinya).
f)         Otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu (tidak di atur oleh ruang)
g)        Menerima tanggungjawab terhadap keputusan yang diambil dan unjuk kerja yang di tampilkan yang berhubungan dengan layangan yang diberikan (langsung bertanggung jawab terhadap apa yang diputuskannya, tidak dipindahkan ke atasan atau instasi yang lebih tinggi). Mempunyai sekumpulan unjuk kerja yang baku.
h)        Mempunyai komitmen terhadap jabatan dan klien, dengan menekankan terhapat layanan yang diberikan.
i)          Mengguakan adsminitator untuk memudahkan profesinya, relative bebas daro supervisi dalam  jabatan (misalnya dokter memakai tenaga kerja administrasi untuk mendata klien, semntara tidak ada supervise dari luar terhadap pekerjaan dokter sendiri).
j)          Mempunyai organisasi yang di atur oleh aggota profesi sendiri
k)        Mempunyai asosiasi profesi dan atau kelompok “elit” untuk mengetahui keberhasilan anggotanya (keberhasilan tugas dokter dievaluasi dan di hargai oleh organisasi ikatanDokter Indonesia, bukan oleh departemen kesehatan).
l)          Mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan atau menyangsikan yang berhubungan dengan layanan yang di berikan.
m)      Mempunyai kadar kepercayaan yang tinggi dari public dan kepercayaan dari diri sendiri setiap anggotanya.
n)        Mempunyai status social dan ekonomi yang tinggi (bila dibnadingkan dengan jabatan lainnya).
B.   Syarat-syarat Profesi Keguruan
Menjadi seorang guru bukanlah pekerjaan yang mudah, seperti yang dibayangkan sebagian orang, dengan bermodal penguasaan materi dan penyampaiannya kepada siswa sudah cukup, hal ini belumlah dikatagori sebagai guru yang memiliki pekerjaan professional, mereka harus memiliki berbagai keterampilan, kemampuan khusus, mencintai pekerjaannya, menjaga kode etik guru, dll.
Seorang guru professional memiliki keahlian, keterampilan,dan kemapuan sebagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara; “Tut wuri handayani, ing garso sung tolodo, Ing madyo mangun karso”. Tidak cukup dengan menguasai materi pelajaran akan tetapi mengayomi murid, menjadi contoh atau teladan bagi murid serta selalu mendorong murid untuk lebih baik dan maju. Guru professional selalu mengembangkan dirinya terhadap penegtahuan dan mendalami keahliannya, kemudian guru professional rajin membaca literature-literatur, dengan tidak merasa rugi membeli buku-buku yang berkaitan dengan pengetahuan yang digelutinya.
Oemar Hamalik dalam bukunya Proses Belajar Mengajar (2001;118), guru professional harus memiliki persyaratan, yang meliputi:
a)     Memiliki bakat sebagai guru.
b)     Memiliki keahlian sebagai guru.
c)     Memiliki keahlian yang baik dan terintregasi.
d)    Memiliki mental yang sehat.
e)     Berbadan sehat.
f)      Memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas.
g)     Guru adalah manusia berjiwa pancasila.
h)     Guru adalah seorang warga Negara yang baik.
Khusus untuk jabatan guru, sebenarnya juga sudah ada yang mencoba menyusun kriterianya. Misalnya National Education As-sociation (NEA 1948) menyarankan sebagi berikut:
1.         Jabatan melibatkan intelektual
2.         Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus
3.         Jabatan yang memerlukan persiapan professional yang lama (dibandingkan dengan pekerjaan yang memerlukan latihan umum belaka).
4.         Jabatan yang memerlukan “latihan dalam jabatan” yang bersinambungan.
5.         Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen.
6.         Jabatan yang menentukan baku (standarnya) sendiri.
7.         Jabatan yang lebih mementingkan layannan diatas keuntungan pribadi.
8.         Jabatan yang mempunyai organisasi professional yang kuat dan terjalin erat.
1.   Jabatan Melibatkan Intelektual
Jelas sekali jabatan guru memenuhi kriteria ini, karena mengajar melibatkan upaya-upaya yang sifatnya sangat di dominasi oleh kegiatan intelektual. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan anggota profesi ini adalah dasar bagi setiap persiapan semua kegiatan professional lainnya. Oleh sebab itu mengajar adalah ibu dari segala profesi (Sinnett dan Huggett, 1963).
2.   Jabatan Yang Menggeluti Batang Tubuh Ilmu Khusus
Belum ada kesepakatan tentang ilmu khusus yang meletari pendidikan (education) atau keguruan (teaching). Mereka yang bergerak dibidang pendidikan menyatakan bahwa mengajar telah mengembangkan secara jelas bidang khusus yang sangat penting dalam mempersiapkan guru yang berwenang. Ada yang berpendapat mengajar belum mempunyai batang tubuh ilmu khusus yangdi jabarkan secara ilmiah. Kelompok pertama percaya bahwa mengajar adalah suatu sains (science), sementara kelompok kedua mengatakan bahwa mengajar adalah suatu kiat (art) (Sinnett dan Huggett 1963).
3.   Jabatan Yang Memerlukan Persiapan Latihan Yang Lama
Yang membedakan jabatan professional dengan nonprofessional adalah dalam penyelesaian pendidikan melalui kurikulum, yaitu ada yang diatur universitas / institute atau melalui pengalaman praktek dan pemagangan campuran pemagangan dan kuliah. Yang pertama yakni pendidikan melalui perguruan tinggi disediakan untuk jabatan professional sedangkan yang kedua pendidikan melalui pengalaman praktek dan pemagangan atau campuran pemagangan dan kuliah diperuntukkan bagi jabatan non professional (Ornstein dan Levine, 1984). 
4.   Jabatan Yang Memerlukan Latihan Dalam Jabatan Yang Sinambung
Jabatan guru cenderung menunjukkan bukti yang kuat sebagai jabatan yang professional, sebab hampir setiap tahun guru melakukan berbagai kegiatan latihan professional, baik yang mendapatkan penghargaan kredit maupun tanpa kredit.
5.   Jabatan Yang Menjanjikan Karier Hidup Dan Keanggotaan Yang Permanen
Diluar negeri barangkali syarat jabatan guru sebagai karier permanen merupakan titik yang paling lemah dalam menuntut bahwa mengajar adalah jabatan professional. Banyak guru baru hanya bertahan selama satu atau dua tahun saja pada profesi mengajar, setelah itu mereka pindah kerja dibidang lain. Namun di Indonesia tidak begitu banyak guru yang berpindah di bidang lain, karena salah satu alasannya adalah lapangan kerja dan system pindah jabatan yang agak sulit.
6.   Jabatan Yang Menentukan Bakunya Sendiri
Baku jabatan guru masih sangat banyak diatur oleh pihak pemerintah, atau pihak lain menggunakan tenaga guru tersebut seperti yayasan pendidikan swasta. Dalam setiap jabatan profesi setiap anggota kelompok dianggap sanggup untuk membuat keputusan professional berhubungan dengan iklim kerjanya. Para professional membuat peraturan sendiri dalam daerah kompetensinya, kebiasaan dan tradisi yang berhubungan dengan pengawasan yang efektif tentang hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan dan hal-hal yang berhubungan dengan langganan (kliennya). Pengawasan luar adalah musuh alam dari profesi karena membatasi kekuasan profesi dan membuka pintu tehadap pengaruh luar (Ornstein dan Levine, 1984).
7.   Jabatan Yang Mementingkan Layanan Diatas Keuntungan Pribadi
Jabatan mengajar adalah jabatan yang mempunyai nilai social yang tinggi, tidak perlu diragukan lagi. Guru yang baik akan sangat berperan dalam mempengaruhi kehidupan yang lebih baik dari warga Negara masa depan.
Jabatan guru telah terkenal secara universal sebagi suatu jabatan yang anggotanya termotivasi oleh keinginan untuk membantu orang lain, bukan disebabkan oleh keuntungan ekonomi atau keuangan. 
8.   Jabatan Yang Mempunyai Organisasi Profesional Yang Kuat Dan Terjalin Rapat
Robert B. Howsam et al.(1976), menulis bahwa guru harus dilihat sebagai profesi yang baru muncul, dank arena itu mempunayi status yang lebih tinggi dari jabatan semiprofessional, malahan mendekati status jabatan profesi penuh. Sebagian orang cenderung menyatakan guru sebagai suatu profesi, dan sebagian lagi tidak mengakuinya. Oleh sebab itu dapat dikatakan jabatan guru itu sebagian, bukan seluruhnya, adalah jabatan professional namun sedang bergerak kearah itu.
Menurut Sanusi et al. (1991) mengajukan 6 asumsi yang melandasi perlunya profesionalisasi dalam pendidikan, yakni sebagai berikut:
a)    Subjek pendidikan adalah manusia yang memiliki kemauan, pengetahuan, emosi, dan perasaan dan dapat dikembangkan segala potensinya. Sementara itu pendidikan  dilandasi oleh nilai-nilai kemanusian yang menghargai martabat manusia.
b)   Pendidikan dilakukan secara itensional, yakni secara sadar dan bertujuan, maka pendidikan menjadi normative yang diikat oleh norma-norma dan nilai-nilai yang baik secara universal, nasional, maupun lokal, yang merupakan acuan para pendidik, peserta didik dan pengelola pendidikan.
c)    Teori-teori pendidikan merupakan kerangka hipotesis dalam menjawab permasalahan pendidikan.
d)   Pendidikan bertolak dari asumsi pokok tentang manusia, yakni manusia mempunyai potensi yang baik untuk berkembang. Oleh sebab itu pendidikan adalah usa untuk mengembangkan potensi unggul tersebut.
e)    Inti pendidikan terjadi didalam prosesnya, yakni situasi dimana terjadi dialog antara peserta didik dengan pendidik, yang memungkinkan peserta didik tumbuh kearah yang dikehendaki oleh pendidik dan sselaras dengan nilai-nilai yang dijunjung tinggi masyarakat.
f)    Sering terjadinya dilemma antara tujuan utama pendidikan, yakni menjadikan manusia yang baik (dimensi intrinsik), dengan misi instrumental yakni yang merupakan alat untuk perubahan atau mencapai sesuatu.
Ada beberapa peran yang dapat dilakukan guru sebagai tenaga pendidik, antara lain:
a)    Sebagai pekerja profesional dengan fungsi mengajar, membimbing dan melatih.
b)   Pekerja kemanusiaan dengan fungsi dapat merealisasikan seluruh kemampuan kemanusiaan yang dimiliki.
c)    sebagai petugas kemashalakatkatan dengan fungsi mengajar dan mendidik masyarakat untuk menjadi warga negara yang baik.
Adapun karakteristik profesional minimum guru, berdasarkan sintesis temuan-temuan penelitian, telah dikenal karakteristik profesional minimum seorang guru, yaitu:
a)    mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya
b)   menguasai secara mendalam bahan belajar atau mata pelajaran serta cara pembelajarannya
c)    bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai cara evaluasi,
d)   mampu berfikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya, dan
e)    menjadi partisipan aktif masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.
Secara substantif, sejumlah karakteristik tersebut sudah terakomodasi dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru. Beberapa di antaranya adalah:
a)    menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional, dan intelektual
b)   menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik
c)    mengembangkan kurikulum yang terkait dengan bidang pengembangan yang diampu
d)   menyelenggarakan kegiatan pengembangan yang mendidik
e)    memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan penyelenggaraan kegiatan pengembangan yang mendidik, dan
f)    memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.
A.    KODE ETIK PROFESI KEGURUAN
1.      Pengertian Kode Etik
a.       Menurut undng-undang nomor 8 tahun 1974 tentang pokok kepegawaian. Dari pasal 28 dapat disimpulkan bahwa kode etik merupakan pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugas dan dalam hidup sehari-hari.
b.      Berdasar pidato ketua umum PGRI kongres pendidikan XIII, disimpulkan bahwa kode etik guru Indonesia terdiri dari 2 unsur pokok yaitu sebagai pedoman moral dan sebagai pedoman tingkah laku.
c.       Dalam Undang-Undang Guru dan Dosen (UUGD), Pasal 43, dikemukakan sebagai berikut: (1) Untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan, dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan, organisasi profesi guru membentuk kode etik; (2) Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi norma dan etika yang mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan.
Dari beberapa pengertian tentang kode etik di atas, menunjukkan bahwa kode etik suatu profesi merupakan normanorma yang harus diindahkan dan diamalkan oleh setiap anggotanya dalam pelaksanaan tugas dan pergaulan hidup seharihari di masyarakat. Norma-norma tersebut berisi petunjuk-petunjuk bagaimana mereka melaksanakan profesinya, dan larangan-larangan, tentang apa yang tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan, tidak saja dalam menjalankan tugas profesi, tetapi dalam pergaulan hidup sehari- hari di dalam masyarakat.

2.      Tujuan Kode Etik
Menurut Hermawan(1979),tujuan umum kode etik profesi adalah:
a.      Untuk menjunjung tinggi martabat profesi.
Diharapkan kode etik dapat menjaga pandangan dan kesan dari pihak luar atau masyarakat,agar mereka tidak memandang rendah atau remeh profesi yang bersangkutan.
b.      Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya.
Kesejahteraan yang dimaksud meliputi kesejahteraan lahir (material) maupaun kesejahteraan bathin(spiritual/mental).
c.       Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
Hal ini berkaitan dengan peningkatan kegiatan pengabdian profesi,sehingga anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas dan tanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya.
d.      Untuk meningkatkan mutu profesi.
Untuk itulah kode etik memuat norma-norma atau anjuran agar anggota profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu pengabdian para anggotanya.
e.       Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.
Setiap anggota profesi diwajibkan secara aktif berpartisifasi dalam membina organisasi profesi dan kegiatan-kegiatan yang direncanakan oleh organisasi.
3.      Penerapan Kode Etik
Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh suatu organisasi profesi yang berlaku dan mengikat anggotanya. Penetapan kode etik dilakukan pada suatu kongres organisasi profesi.
4.      Sanksi Pelanggaran Kode Etik
sanksi bagi pelanggar kode etik adalah sanksi moral( dicela, dikucilkan), sedangkan bagi pelanggar berat dapat dikeluarkan dari organisasi. Adanya kode etik menandakan bahwa organisasi profesi sudah mantap.
5.      Kode Etik Guru Indonesia
Kode etik guru Indonesia dirumuskan sebagai himpunan norma dan nilai-nilai profesi guru yang tersusun secara sistematis dalam suatu sistem yang bulat. Fungsinya adalah sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku dalam menunaikan pengabdiannya.
B.     ORGANISASI PROFESIONAL KEGURUAN
1   Konsep Organisasi Profesi
Di dalam perkembangannya, organisasi profesi guru/kependidikan telah banyak mengalami diferensiasi dan diversifikasi. Hal ini sejalan dengan terjadinya diferensiasi dan diversifikasi profesi kependidikan. Sebagaimana dinyatakan dalam UU No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat (6) bahwa “pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan,”
Beberapa organisasi profesi kependidikan di indonesia, disamping PGRI, yang sudah rilatif berkembang pesat diantaranya Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI). Organisasi ini beranggotakan para sarjana pendidikan dari berbagai bidang pendidikan, yang didalamnya mempunyai sejumlah himpunan sejenis seperti Himpunan Sarjana Pendidikan Biologi, Himpunan Sarjana Pendidikan Bahasa dan sebagainya. Organisasi lain yang sudah lebih berkembang ialah Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) yang dulu bernama Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI).
Organisasi kependidikan yang mengarah kepeda intenasionalisasi profesi, ada yang disebut indonesian society for special needs education (ISSE) dan Indonesian society for adapted Physical Education (ISAPE). Kedua organisasi ini menaruh perhatian pada pendidikan kebutuhan khusus, terutama bagi kelompok yang mengalami gangguan dalam perkembangan baik secara fisik, mental, maupun sosial.
Organisasi apapun yang di bentuk oleh sebuah profesi, tujuan akhirnya adalah memberi manfaat kepada anggota profesi itu terutama di dalam meningkatkan kemampuan profesional, melindungi anggota dalam melaksanakan layanan profesional, dan melindungi masyarakat dari kemungkinan melapraktek dari layanan profesional. (santori, djam’an, 6.22: 2009)
2.1.1    Pengertian, Tujuan dan Fungsi Organisasi profesional
Sebagai alat administrasi dan managemen, organisasi dapat ditinjau dari dua sudut pandangan. Pertama organisasi dapat dipandang sebagai “wadah” dimana kegiatan-kegiatan administrasi dan managemen dijalankan. Kedua: organisasi dapat dipandang sebagai prpses dimana analisa interaction anatara orang-orang yang menjadi anggota organisasi itu.(Sondang : 1997,117).
Organisasi profesi merupakan organisasi yang anggotanya adalah para praktisi yang menetapkan diri mereka sebagai profesi dan bergabung bersama untuk melaksanakan fungsi-fungsi sosial yang tidak dapat mereka laksanakan dalam kapasitas mereka sebagai  individu.
Sebagaimana dijelaskan dalam PP No. 38 tahun 1992, pasal 61 ada lima misi dan tujuan organisasi kependidikan, yaitu meningkatkan dan atau mengembangkan: karier, kemampuan, kewenangan profesional, martabat dan kesehjateraan seluruh tenaga kependidikan. Sedngkan visinya secara umum adalah terwujudnya tenaga kependidikan yang profesional.
1.    Meningkatkan dan atau menngembangkan karier anggota, merupakan upaya organisasi profesi kependidikan dalam mengembangkan karier anggota sesuai dengan bidang pekerjaan yang diembannya. Karier yang di maksud adalah perwujudan diri seorang pengemban profesi secara psikofisis yang bermakna, baik bagi dirinya sendiri maupuin bagi oran lain (lingkungannya) melalui serangkaian aktifitas.
2.    Meningkatkan dan atau mengembangkan kemampuan anggota, merupakan upaya terwujudnya kompetensi kependidikan yang handal dalam diri tenaga kependidikan atau guru, yang mencakup: performance component, subject component, profesional component. Dengan kekuatan dan kewibawaan organisasi, para pengemban profesi kependidikan/keguruan akan memiliki kekuatan moral untuk senantiasa meningkatkan kemampuannya, baik melalui program terstruktur maupun program tidak terstruktur.
3.    Meningkatkan dan mengembangkan kewenangan profesinal anggota, ini merupakan upaya paraprofesional untuk menempatkan anggota suatu profesi sesuai dengan kemampuannya. Proses ini tidak lain dari proses spesifikasi pekerjaan yang tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang, kecuali oleh ahlinya yang telah mengikuti proses pendidikan tertentu dan dalam waktu tertentu yang relatif  lama. Umpamanya, keahlian guru pembimbing dalam bimbinghan karier, pribadi/sosial, dan bimbingan belajar.
4.    Meningkatkan dan atau mengembangkan martabat anggota, ini merupakan upaya organisasi profesi kependidikan agar anggotanya terhindar dari perlakuan tidak manusiawi dari pihak lain, dan tidak melakukan praktik yang melecehkan nilai-nilai kemanusiaan. Ini dapat dilakukan karena saat seorang profesional menjadi anggota organisasi suatu profesi, pada saat itu pula terikat oleh kode etik profesi sebagai pedoman perilaku anggota profesi itu. Dengan memasuki organisasi profesi akan terlindung dari perlakuan masyarakat yang tidak mengindahkan martabat kemanusiaan dan berupaya memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan standar etis yang telah disepakati.
5.    Meningkatkan dan mengembangkan kesejahteraan, ini merupakan upaya organisasi profesi kependidikan untuk meningkatkan kesejahteraan lahir batin anggotanya. Dalam poin ini tercakup juga upaya untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan anggotanya. Tidak disangsikan lagi bahwa tuntutan kesejahteraan ini merupakan prioritas utama. Karena selain masalah ini ada kaitannya dengan kelangsungan hidup, juga merupakan dasar bagi tercapainya peningkatan dan pengembangan aspek lainnya. Dalam teori kebutuhan maslow, kesejahteraan ini mungkin menempati urutan pertama berupa kebutuhan fisiologis yang harus segera dipenuhi.
Organisasi profesi kependidikan selain sebagai ciri suatu profesi kependidikan, sekaligus juga memiliki fungsi tersendiri yang bermanfaat bagi anggotanya. Organisasi profesi kependidikan berfungsi sebagai berikut
1.   Fungsi pemersatu
Kelahiran suatu organisasi profesi tidak terlepas dari motif yang mendasarinya, yaitu dorongan yang menggerakan para profesional untuk membentuk suatu organisasi keprofesian. Organisasi profesi kependidikan merupakan wadah pemersatu berbagai potensi profesi kependidikan dalam menghadapi kompleksitas tantangan dan harapan masyarakat pengguna jasa kependidikan. Dengan mempersatukan potensi tersebut diharapkan organisasi profesi kependidikan memiliki kewibawaan dan kekuatan dalam menentukan kebijakan dan melakukan tindakan bersama, yaitu uaya untuk melindungi dan memperjuangkan kepentingan para pengemban profesi kependidikan itu sendiri dan kepentingan masyarakat pengguna jasa profesi ini.
2.   Fungsi peningkatan kemampuan profesional
Fungsi ini secara jelas tertuang dalam PP No. 38 tahun 1992, pasal 61 yang berbunyi “tenaga kependidikan dapat membentuk ikatan profesi sebagai wadah untuk meningkatkan dan mengembangkan karier, kemampuan, kewenangan profesional, martabat dan kesejahteraan tenaga kependidikan” peraturan pemerintah tersebut menunjukan adanya legalitas formal yang secara tersirat mewajibkan anggota profesi kependidikan untuk selalu meningkatkan kemampuan profesionalnya melalui organisasi atau ikatan profesi kependidikan. Bahkan dalam UUSPN Tahun 1989 : pasal 31 ayat 4 menyatakan bahwa, “tenaga kependidikan berkewajiban untuk berusaha mengembangkan kemampuan profesionalnya sesuai dengan perkembangan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pembangunan bangsa.”
2.1.2 Organisasi profesional keguruan di indonesia
1. PGRI
Persatuan Guru Republik Indonesia lahir pada 25 November 1945, setelah 100 hari proklamasi kemerdekaan Indonesia. Cikal bakal organisasi PGRI adalah diawali dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) tahun 1912, kemudian berubah nama menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI) tahun 1932. Pada saat didirikannya, organisasi ini disamping memiliki misi profesi juga ada tiga misi lainnya, yaitu misi politis-deologis, misi peraturan organisaoris, dan misi kesejahteraan.
2.    MGMP
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) didirikan atas anjuran pejabat-pejabat Departemen Pendidikan Nasional. Organisasi ini bertujuan untuk meningkatkan mutu dan profesionalisasi dari guru dalam kelompoknya masing-masing.
3.    KKG
Kelompok Kerja Guru (KKG) sebagai kelompok kerja seluruh guru dalam satu gugus. Pada tahap pelaksanaannya dapat dibagi ke dalam kelompok kerja guru yang lebih kecil, yaitu kelompok kerja guru berdasarkan jenjang kelas, dan kelompok kerja guru berdasarkan atas mata pelajaran.



C.    Pertanyaan Diskusi
“ Bagaimana penerapan kode etik profesi keguruan dalam menanggapi persoalan Ujian nasional yang berkaitan dengan “Tim Sukses” ?
Jawab : penerapan kode etik sesungguhnya telah di terapkan pada masing-masing guru, tetapi setiap kepribadian seorang guru berbeda. Adanya tim sukses sesungguhnya dengan tujuan untuk “meluluskan” siswa-siswanya. Moral seorang guru atau tim telah tergadaikan akibat sistem yang kurang baik yang diterapkan dalam pendidikan di indonesia. Kode etik berisi mengenai aturan-aturan yang seharusnya dimiliki oleh seorang guru ataupun profesi keguruan lainnya.






















BAB III
KESIMPULAN
1.             Profesi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (ketrampilan, kejuruan, dsb) tertentu.
2.             Kode etik suatu profesi merupakan normanorma yang harus diindahkan dan diamalkan oleh setiap anggotanya dalam pelaksanaan tugas dan pergaulan hidup seharihari di masyarakat.
3.             Di indonesia dikenal beberapa organisasi keguruan di antaranya:
a.       Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)
b.      Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
c.       Kelompok kerja Guru (KKG)




















DAFTAR PUSTAKA
Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Rosda Karya
Baharuddin. 2009. Pendidikan dan Psikologi Perkembangan . Jogjakarta: ar-Ruzz Media.
Chatib, Munif. 2010. Sekolahnya Manusia “Sekolah Berbasis Multiple Intelligences di Indonesia”. Bandung: Kaifa PT Mizan Pustaka.
Kosasi Raflis, soetjipto. 2009. Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta
Langveld, M. J. Paedagogik Teoritis – Sistematik (Tanpa Tahun dan Terbitan), hlm. 65.
Mulyadi. 2008. Diagnosis Kesulitan Belajar dan Bimbingan Terhadap Kesulitan Belajar Khusus . Yogyakarta: Nuha Litera
Mulyasa, E. 2009. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset.
Mulyono Abdurrahman. 1999. Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Rineka Cipta
Nurdin, Basyirudin. 2002. Guru Profesional & Impppleeementasi Kurikulum. Jakarta: Ciputat Press
Prayitno, dkk. 2004. Pedoman Khusus Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Depdiknas.
Satory, Djam’an dkk. 2009. Profesi Keguiruan. Jakarta: Universitas Terbuka
Soetjipto dan Raflis Kosasi. 2009. Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta.
Sofyan S. Willis. 2004. Konseling Individual, Teori dan Praktek. Bandung : Alfabeta
Sudrajat, Akhmad. 2011. Peran Guru Sebagai Pembimbing.
Sukardi, Dewa ketut. 2002. Pengantar Pelaksana Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta
Tirtonegoro, Sutratinah. 1984. Anak Supernormal dan program pendidikannya. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Umar dan Sartono. 2001. Bimbingan dan Penyuluhan. Bandung: CV Pustaka Setia.
Usman, Uzer.2005. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosda Karya
Yamin, Martis.2006. Profesional Guru & Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Gaung Persada Press
http://www.scribd.com/doc/53705586/41/Bab-Iii-Profesi-Guru-Dan-Syarat-Syaratnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar